January 16, 2009

What is strategic management?

By: ________


Pendahuluan

Latar Belakang Munculnya Manajemen Strategis

Manajemen strategis dikatakan sebagai suatu disiplin sejak tahun 1950-1960. Meskipun banyak terdapat kontributor terhadap literatur tersebut, yang menjadi perintis utama dalam merumuskan manajemen strategis ialah Alfred D. Chandler, Jr., Philip Selznick, Igor Ansoff, and Peter Drucker.

Alfred Chandler mengakui pentingnya mengkoordinasi bermacam-macam aspek manajemen yang didasari dengan satu keseluruhan yang meliputi strategi. Pada waktu itu, manajemen berfungsi untuk memisahkan koordinasi seutuhnya atau sebuah strategi. Interaksi antar fungsi-fungsi atau antar departemen secara khas diatur oleh sebuah posisi yang terbatas, sehingga ada satu atau dua manajer yang menyiarkan kembali informasi dan empat sub di antara dua departemen. Chandler juga menekankan pentingnya mengambil perspektif jangka panjang ketika melihat masa depan. Di sepanjang tahun 1962 saat merumuskan Strategy and Structure, Chandler menunjukkan bahwa strategi terkoordinasi jangka panjang sangat esensial untuk memberi struktur perusahaan, arah, dan fokus. Dia juga mengatakannya secara singkat, yang biasa disebut structure follows strategy.”[1]

Di tahun 1957, Philip Selznick memperkenalkan ide penggabungan faktor internal organisasi dengan sistem lingkungan eksternal.[2] Ide utamanya dikembangkan ke dalam suatu rumusan analisis SWOT yang dipelopori oleh Learned, Andrews, dan lainnya di Harvard Business School General Management Group. Kekuatan dan kelemahan dari sebuah perusahaan dinilai untuk menciptakan peluang sekaligus ancaman dari lingkungan bisnis.

Igor Ansoff melanjutkan karya Chandler dengan cara menambahkan tingkat konsep strategi dan menemukan kosakata baru. Dia mengembangkan strategi yang dibandingkan dengan strategi penetrasi pasar, strategi perkembangan produk, strategi perkembangan pasar dan horizontal, integrasi vertikal serta strategi diversifikasi. Dia merasa bahwa manajemen dapat menggunakan strategi ini untuk mempersiapkan secara sistematis peluang dan tantangan di masa akan datang. Di dalam buku klasiknya tahun 1965 yang berjudul Corporate Strategy, Igor mengembangkan analisis gap yang menghubungkan antara di mana kita berada dan kita inginkan, lalu berinduksi menjadi sebutan “gap reducing actions”.[3]

Peter Drucker adalah seorang ahli strategis ternama, telah menulis lusinan buku manajemen, dengan perjalanan karir semasa lima dekade. Kontributornya terhadap manajemen strategis begitu banyak, namun ada dua yang paling penting. Pertama, dia menitikberatkan pentingnya sebuah obyektif (sasaran). Sebuah organisasi tanpa sasaran layaknya sebuah kapal tanpa kemudi. Awal 1954, dia mengembangkan teori manajemen yang berbasis obyektivitas (sasaran).[4] Hal ini yang biasa disebut dengan management by objectives (MBO). Menurut Drucker, prosedur pengaturan obyektivitas dan pemantauan progres harus menyebar ke seluruh bagian, dari puncak teratas ke bagian terbawah. Dia memprediksi tingginya tingkat “knowledge worker” dan menjelaskan konsekuensi yang ditimbulkan terhadap manajemen. Drucker berkata bahwa pekerja berpengetahuan bersifat non-hierarkhis. Pekerjaan akan dilakukan secara tim dengan orang-orang yang sangat berkompeten di bidangnya, yang telah ditugaskan atau diperintahkan oleh seorang pemimpin.

Pada tahun 1985, Ellen-Earle Chaffee menyimpulkan apa yang dia pikirkan, yang pada akhirnya dijadikan sebagai elemen penting dari teori manajemen strategis sejak 1970, yaitu: [5]

  • Manajemen strategis mengkaitkan organisasi yang adaptif terhadap lingkungan bisnis
  • Manajemen strategis fleksibel dan kompleks. Perubahan bentuk kombinasi dari bahan-bahan memerlukan respon non-repetitif yang tidak terstruktur
  • Manajemen strategis mempengaruhi seluruh organisasi dengan menyediakan dan menunjukkan arah
  • Manajemen strategis menghubungkan kedua bentuk strategi (dia menamakan konten) dengan implementasi strategi (yang biasa disebut proses)
  • Manajemen strategis merupakan rencana parsial dan rencana non-parsial.
  • Manajemen strategis dilakukan melalui beberapa level / tingkat: strategi korporat dan strategi bisnis individual.
  • Manajemen strategis menggabungkan konsep dan proses pemikiran analitis

Pengertian Manajemen Strategis

Strategi pada umumnya memiliki kaitan yang erat dengan konsep perencanaan, pengambilan keputusan dan pengendalian, sehingga strategi berkembang menjadi manajemen strategi. Sebelum merumuskan suatu pengertian tentang manajemen strategi, terlebih dahulu kita mengetahui makna daripada strategi dan manajemen.

Manajemen memiliki arti : proses perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan terhadap upaya-upaya yang dilakukan anggota organisasi dan penggunaan segala macam sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi. (James A.F.Stoner,1992 : 8). Sedangkan pengertian dasar strategi adalah “The essence of strategy is choosing to perform activities differently than rivals do. At general management’s core is strategy; defining positions, making trade-offs, and forging fits among activities.But not conversely..” (Michael Porter, 1996).

Manajemen strategi ialah suatu proses yang digunakan oleh manajer dan karyawan untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi dalam penyediaan costumer value terbaik untuk mewujudkan visi organisasi. (Mulyadi, 2001 : 40) Manajemen strategis sendiri berarti seni dan ilmu penyusunan, penerapan, dan pengevaluasian keputusan-keputusan lintas fungsional yang dapat memungkinkan suatu perusahaan mencapai sasarannya. Manajemen strategis mampu mengkombinasi aktivitas-aktivitas dari berbagai bagian fungsional suatu bisnis untuk mencapai tujuan organisasi.

Manajemen strategis bisa dikatakan sebagai suatu proses untuk membantu organisasi dalam mengidentifikasi apa yang ingin mereka capai, dan bagaimana seharusnya mereka mencapai hasil yang bernilai. Besarnya peranan manajemen strategis semakin banyak diakui pada masa-masa ini dibanding masa-masa sebelumnya. Dalam perekonomian global yang memungkinkan pergerakan barang dan jasa secara bebas di antara berbagai negara, perusahaan-perusahaan terus ditantang untuk semakin kompetitif. Banyak dari perusahaan yang telah meningkatkan tingkat kompetisinya ini menawarkan produk kepada konsumen dengan nilai yang lebih tinggi, dan hal ini sering menghasilkan laba diatas rata-rata (Michael A. Hitt & R. Duane Ireland & Robert E. Hoslisson (1997,XV)

Jadi, manajemen strategis didefinisikan sebagai sekumpulan keputusan dan tindakan yang menghasilkan perumusan (formulasi) dan pelaksanaan (implementasi) rencana-rencana yang dirancang untuk mencapai sasaran-sasaran perusahaan. Melalui proses ini, ada sembilan tugas penting yang harus dilakukan oleh sebuah perusahaan, yakni :

1. merumuskan misi perusahaan, meliputi : rumusan umum tentang maksud, keberadaan (purpose), filosofi ( philosophy), dan tujuan (goal)

2. mengembangkan profil perusahaan yang mencerminkan kondisi intern dan kapabilitasnya

3. menilai lingkungan ekstern perusahaan, meliputi : baik pesaing maupun faktor-faktor kontekstual umum

4. menganalisis opsi perusahaan dengan mencocokkan sumber dayanya dengan lingkungan ekstern

5. mengidentifikasi opsi yang paling dikehendaki dengan mengevaluasi setiap opsi yang ada berdasarkan misi perusahaan

6. memilih seperangkat sasaran jangka panjang dan strategi umum ( grand strategy) yang akan mencapai pilihan yang paling dikehendaki

7. mengembangkan sasaran tahunan dan sasaran jangka pendek yang sesuai dengan sasaran jangka panjang dan strategi umum yang dipilih

8. mengimplementasikan pilihan strategis dengan cara mengalokasikan sumber daya anggaran yang menekankan pada kesesuaian antara tugas, SDM, struktur, teknologi, dan sistem imbalan

9. mengevaluasi keberhasilan proses strategis sebagai masukan bagi pengambilan keputusan yang akan datang

Dengan menggunakan manajemen strategis, perusahaan akhirnya dapat memahami kekuatan bersaing dan mengembangkan keunggulan kompetitif berkelanjutan secara sistematis dan konsisten.

Dimensi-Dimensi Keputusan Strategis

  1. Isu strategis membutuhkan keputusan dari Manajemen Puncak

Karena keputusan-keputusan strategis mencakup beberapa bidang operasi suatu perusahaan, maka mereka membutuhkan keterlibatan manajemen puncak. Biasanya hanya manajemen puncaklah yang memiliki perspektif yang dibutuhkan untuk memahami implikasi luas dari keputusan-keputusan semacam itu serta wewenang untuk mengotorisasi alokasi sumber daya yang diperlukan. Sebagai manajer puncak Volvo GM Heavy Truck Corporation, Karl-Erling Trogen, presiden, ingin mendorong perusahaan untuk lebih mendekati pelanggan dengan memberikan wewenang dan pengetahuan lebih banyak kepada armada penjual yang paling dekat dengan pelanggan. Strategi ini menuntu komitmen besar dari unit komponen dan layanan di mana hubungan pelanggan merupakan prioritas pertama.

  1. Isu strategis membutuhkan sumber daya perusahaan dalam jumlah besar

Keputusan-keputusan strategis menuntut alokasi SDM, aset fisik, atau dana besar yang harus diperoleh dari sumber-sumber intern ataupun dari sumber-sumber di luar perusahaan. Isu seperti ini juga mengikat perusahaan untuk bekerja dalam kurun waktu yang panjang. Program penyerahan produk ”Quality Express” dari Whirpool Corporation merupakan contoh strategi yang menuntut komitmen keuangan dan SDM yang kuat dari perusahaan. Rencana ini menuntut penyerahan produk kepada para pelanggan pada saat tempat, dan cara yang mereka kehendaki. Dalam bisnis yang berorientasi layanan kompetitif ini, mencapai dan memelihara kepuasan pelanggan seringkali menuntut komitmen dari setiap pihak dalam organisasi.

  1. Isu strategis seringkali mempengaruhi kesejahteraan jangka panjang perusahaan

Keputusan strategis jelas mengikat perusahaan untuk waktu yang lama, biasanya lima tahun. Namun, dampak dari keputusan semacam ini seringkali bertahan jauh lebih lama. Begitu perusahaan mengkaitkan dirinya pada suatu strategi tertentu, citra dan keunggulan bersaingnya biasanya dikaitkan dengan strategi tersebut. Jadi, keputusan-keputusan strategis mempunyai pengaruh yang bertahan lama atas perusahaan, pengaruh baik ataupun buruk.

  1. Isu strategis berorientasi ke masa depan

Keputusan strategis didasarkan pada apa yang diramalkan manajer, bukan pada apa yang mereka ketahui. Dalam keputusan ini, penekanan diberikan pada pengembangan proyeksi yang akan memungkinkan perusahaan memilih opsi (pilihan) strategis yang paling menjanjikan.

  1. Isu strategis biasanya memiliki konsekuensi multifungsional atau multibisnis

Keputusan-keputusan strategis mempunyai implikasi yang kompleks bagi sebagian besar bidang kegiatan perusahaan. Keputusan mengenai bauran pelanggan, tekanan utama persaingan, atau struktur organisasi tentulah melibatkan unit-unit usaha strategis (UUS) atau SBU singkatan dari strategic bussiness unit, divisi, atau unit program perusahaan.

  1. Isu strategis mengharuskna perusahaan mempertimbangkan lingkungna ekstern

Semua perusahaan beroperasi dalam sistem terbuka. Mereka mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keadaan luar (ekstern) yang sebagian besar berada di luar kendali mereka. Karenanya, untuk berhasil dalam situasi persaingan, para manajer strategis perusahaan harus mengamati keadaan luar operasi mereka sendiri.[6] Mereka harus mempertimbangkan apa yang mungkin dilakukan pihak-pihak lain yang relevan (misalnya : pesaing, pelanggan, pemasok, kreditor, pemerintah, dan tenaga kerja).[7]


Tiga Tingkat Strategi

Hierarki (jenjang) pengambilan keputusan dalam suatu perusahaan biasanya terdiri dari tiga pilar utama.

  1. Hierarki puncak

Pada tingkat puncak terdapat tingkat korporasi (perusahaan), yang utamanya terdiri dari : dewan direksi (board of directors), eksekutif kepala (chief executive), dan pejabat administratif (administrative officers). Mereka bertanggung jawab atas kinerja keuangan perusahaan dan atas pencapaian tujuan bukan keuangan, seperti memperkuat citra perusahaan dan memenuhi tanggung jawab sosial atau bisas dikenal dengna sebutan CSR (corporate social responcibility). Dalam suatu perusahaan multibisnis, eksekutif tingkat korporasi menentukan bidang-bidang usaha (bisnis) yang dilakukan, menetapkan sasaran dan strategi yang mencakup kegiatan fungsional dari bisnis tersebut. Manajer strategis tingkat korporasi berusaha memanfaatkan kompetensi khusus perusahaan dengan menerapkan ancangan portofolio dalam mengelola bisnis dan mengembangkan rencana jangka panjang.

  1. Hierarki tengah

Pengambil keputusan yang berhak menduduki posisi ini berasal dari tingkat bisnis, yang terdiri dari : para manajer bisnis dan korporasi. Para manajer ini memiliki tanggung jawab dalam menerjemahkan rumusan arah dan keinginan yang dihasilkan di tingkat korporasi ke dalam sasaran dan strategi yang lebih konkrit (taktik) untuk masing-masing divisi usaha atau UUS. Para manajer tingkat bisnis menentukan bagaimana perusahaan bersaing di arena pasar-produk (product market) tertentu. Kemudian, mereka mengidentifikasi dan mengamankan segmen-segmen pasar yang paling prospektif di arena itu.

  1. Hierarki bawah

Posisi terbawah ditempati oleh kalangan fungsional, yang mencakup : manajer-manajer produk, wilayah, dan fungsional. Mereka menyusun sasaran tahunan dan strategi jangka pendek di bidang-bidang seperti : operasi, riset dan pengembangan, keuangan dan akunting, pemasaran, dan hubungan karyawan atau hubungan masyarakat (humas). Bila para manajer tingkat korporasi dan bisnis memusatkan perhatian pada ”melakukan hal-hal yang benar”, maka para manajer tingkat fungsional cenderung berfokus pada ”melakukan segala sesuatu dengan benar”. Jadi, mereka menangani masalah-masalah efisiensi dan efektivitas sistem produksi dan pemasaran, kualitas layanan pelanggan, dan suksesnya produk atau jasa guna meningkatkan bagian pasar perusahaan.


Proses manajemen strategis :

Pada prinsipnya, manajemen strategis terdiri atas tiga tahap, yaitu:

  1. tahap formulasi à meliputi perubahan misi, pengidentifikasian peluang dan tantangan eksternal organisasi, penentuan kekuatan dan kelemahan internal, pembuatan sasaran jangka panjang, pembuatan pilihan-pilihan strategi, serta pengambilan keputusan strategi yang dipilih untuk ditetapkan.
  2. tahap implementasi à meliputi penentuan sasaran tahunan, pengelolaan kebijakan, pemotivasian pegawai, pengalokasian sumber-sumber agar strategi yang diformulasikan dapat terlaksana.
  3. tahap evaluasi à meliputi kegiatan mencermati apakah strategi berjalan dengan baik atau tidak.

Perusahaan berbeda-beda dalam proses yang mereka gunakan untuk merumuskan dan mengarahkan kegiatan manajemen strategis mereka. Perencanaan yang canggih, seperti General Electric, Procter & Gamble, dan IBM telah mengembangkan proses yang lebih rinci ketimbang perencana lain yang berukuran sama yang lebih tidak formal. Usaha-usaha kecil yang mengandalkan pada kemampuan formulasi strategi dan waktu yang terbatas dari wirausaha biasanya memperlihatkan perhatian terhadap perencanaan yang lebih dasar ketimbang perusahaan-perusahaan yang lebih besar dari industri mereka. Tetapi, terlepas dari perbedaan rincian dan tingkat formalitas, komponen dasar dari model-model yang digunakan untuk menganalisis operasi manajemen strategis sangat mirip. [8]

Dari tahap dasar proses manajemen strategis, dapat dikembangkan menjadi seperti :

  1. mendefinisikan kegiatan utama organisasi (core bussiness), menetapkan visi dan misi organisasi
  2. menetapkan tujuan organisasi yang terukur
  3. menyusun strategi untuk mencapai tujuan
  4. mengimplementasikan dan mengeksekusi strategi
  5. melakukan evaluasi


Komponen Model Manajemen Strategis

Dalam menjalankan proses manajemen strategis, ada beberapa hal yang menjadi kunci sukses yang saling berhubungan dinamis dan koordinatif. Komponen-komponen tersebut terdiri dari :

Ø misi perusahaan (company mission)

Misi suatu perusahaan merupakan tujuan (purpose) unik yang membedakannya dari perusahaan-perusahaan lain yang sejenis dan mengidentifikasi cakupan operasinya. Secara ringkas, misi menguraikan produk, pasar, dan bidang teknologi yang dilakukan perusahaan yang mencerminkan nilai dan prioritas dari para pengambil keputusan strategisnya.

Ø profil perusahaan (company profile)

Profil perusahaan menggambarkan kuantitas dan kualitas sumber daya keuangan, manusia, dan fisik perusahaan. Profil ini juga menilai kekuatan dan kelemahan manajemen dan struktur organisasi perusahaan.

Ø lingkungan ekstern (external environment)

Lingkungan ekstern perusahaan terdiri dari semua keadaan dan kekuatan yang mempengaruhi pilihan (opsi) strategisnya dan menentukan situasi persaingannya. Model manajemen strategis memperlihatkan tiga segmen yang saling berinteraksi : lingkungan operasional, industri, dan lingkungan yang jauh.

Ø analisis dan pilihan strategis (strategic analysis and choice)

Penilaian secara simultan atas lingkungan ekstern dan profil perusahaan memungkinkan perusahaan mengidentifikasi berbagai peluang interaktif yang mungkin menarik. Peluang tersebut termasuk jalur investasi yang mugnkin. Tetapi, mereka harus disaring berdasarkan misi perusahaan guna menghasikan sekumpulan peluang yang mungkin dikehendaki. Proses penyaringan menghasilkan kumpulan opsi yang nantinya akan menghasilkan pilihan strategis. Proses ini ditujukan untuk menyediakan kombinasi sasaran jangka panjang dan strategi umum yang secara optimal akan memposisikan perusahaan dalam lingkungan eksternnya untuk mencapai misi perusahaan.

Ø sasaran jangka panjang (Long-Term Objective)

Hasil yang diharapkan suatu organisasi dalam kurun waktu beberapa tahun dinamakan sasaran jangka panjang. [9] Sasaran seperti itu biasanya meliputi beberapa atau seluruh bidang berikut : profitabilitas, laba atas investasi (ROI), posisi bersaing, kepemimpinan teknologi, produktivitas, hubungan karyawan, tanggung jawab sosial, dan pengembangan karyawan.

Ø strategi umum (grand strategy)

Rencana umum dan menyeluruh mengenai tentang tindakan-tindakan utama yang akan dilakukan perusahaan untuk mencapai sasaran jangka panjang panjangnya dalam suatu lingkungan yang dinamik dinamakan strategi umum, pernyataan (rumusan) tentang cara ini mengungkapkan bagaimana sasaran tersebut akan dicapai.[10]

Ø sasaran tahunan (Annual Objectives)

Sasaran seperti ini biasanya mencakup bidang-bidang yang sama dengan bidang yang dicakup dalam sasaran jangka panjang. Perbedaan antara sasaran jangka panjang dengan jangka pendek terletak pada rincian yang lebih besar.

Ø strategi fungsional (Functional Strategies)

Dalam kerangka besar strategi umum, setiap fungsi bisnis atau divisi membutuhkan rencana yang spesifik dan terpadu. Kebanyakan manajer strategis berusaha mengembangkan strategi operasional untuk setiap perangkat sasaran tahunan terkait.

Ø Kebijakan (policies)

Kebijakan adalah keputusan bersifat umum yang telah ditetapkan sebelumnya yang menjadi pedoman bagi pengambil keputusan manajerial yang bersifat repetitif (berulang). Kebijakan memberikan penuntun untuk menetapkan dan mengendalikan proses operasi perusahaan yang sedang berjalan sesuai dengan sasaran strategis perusahaan. Kebijakan juga meningkatkan efektivitas manajerial melalui standardisasi keputusan rutin dan batasan keleluasaan (discretion) manajer dan bawahan dalam mengimplementasikan strategi operasional.

Ø Melembagakan strategi

Sasaran tahunan, strategi fungsional, dan kebijakan spesifik merupakan sarana penting untuk mengkomunikasikan apa yang harus dilakukan dalam mengimplementasikan strategi perusahaan. Strategi secara menyeluruh ini harus dilembagakan (institutionalized), artinya, strategi ini harus meresap ke dalam kehidupan sehari-hari perusahaan agar dapat terimplementasi secara efektif. [11] Empat sarana fundamental untuk melembagakan strategi perusahaan di antaranya : struktur, kepemimpinan, kultur, dan imbalan.

Ø Pengendalian dan evaluasi

Implementasi (pelaksanaan) strategi harus dipantau untuk mengetahui sejauh mana sasaran perusahaan tercapai.[12] Betapapun diusahakan obyektif, proses perumusan strategi sebagian besar bersifat subyektif. Jadi, ujian penting pertama terhadap suatu strategi hanya dapat dilakukan setelah implementasi.[13] Para manajer harus memperhatikan isyarat dini reaksi pasar terhadap strategi mereka.

Kegagalan strategi

Andrew Campbell dan Marcus Alexander mengidentifikasi sekurang-kurangnya terdapat tiga alasan mengapa suatu strategi dapat gagal dalam mengantar suatu perusahaan untuk mencapai sasaran dan tujuan ketiga hal tersebut, yakni:

Ø strategi tanpa arah (directionless strategies) : kegagalan membedakan antara purposes (apa yang akan dilakukan organisasi) dan constraints (apa yang harus dilakukan suatu organisasi agar dapat bertahan). Perusahaan yang gagal memahami constraints yang dimilikinya dan salah membacanya sebagai maksud purposes, akan cenderung terlempar dari arena bisnis

Ø kelumpuhan perencanaan (planning paralysis) : kegagalan menentukan pijakan awal untuk bergerak (dari strategi atau tujuan) menyebabkan terjadinya rencana yang lumpuh akibat kebingungan terhadap perlibatan proses dalam penyususnan strategi untuk mencapainya ataukah strategi yang telah terbukti berhasil dan kemudian menentukan tujuan yang dapat/ ingin dicapai berdasarkan strategi tersebut

Ø terlalu fokus pada proses (good strategy vs planning process) : seringkali manajemen berharap untuk dapat menyusun suatu strategi yang baru dan lebih baik. Sayangnya, keberhasilan seringkali tidak semata bergantung pada proses perencanaan yang baru atau didesain lebih baik, tetapi lebih kepada kesanggupan manajer untuk memahami dua hal yang mendasar, yaitu keuntungan atas dimilikinya maksud (purposes) yang stabil dan terartikulasi dengan baik serta pentingnya penemuan, pemahaman, pendokumentasian, dan eksploitasi informasi-informasi penting (insights) tentang bagaimana menciptakan nilai lebih banyak dibanding perusahaan lain.

Richard P. Rumelt mengidentifikasi empat tolak ukur yang digunakan untuk menguji baik atau tidaknya suatu strategi, antara lain:

    1. Consistency : strategi tidak boleh menghadirkan sasaran dan kebijakan yang tidak konsisten
    2. Consonance : strategi harus mempresentasikan respon adaptif terhadap lingkungan eksternal dan terhadap perubahan-perubahan penting yang mungkin terjadi.
    3. Advantage : strategi harus memberikan peluang bagi terjadinya pembuatan / pemeliharaan keunggulan kompetitif dalam suatu wilayah aktivitas tertentu ( terpilih)
    4. Feasibility : strategi tidak boleh menggunakan sumber-sumber secara berlebihan dan tidak boleh menghadirkan persoalan-persoalan baru yang tidak terpecahkan.

Tantangan Manajemen Strategis

Memiliki daya saing strategis dan laba diatas rata-rata adalah tantangan untuk perusahaan sebesar AT&T dan kecil seperti halnya sebuah toko. Menurut fakta hanya 2 dari 25 perusahaan industri besar di Amerika Serikat di tahun 1900 yang masih bertahan di dalam persaingan bisnis (23 sisanya telah gagal, bergabung/merger dengan perusahaan lainnya atau tidak lagi memiliki skala yang relatif besar dibandingkan dengan pesaingnya).

Baru baru ini, Andrew Grove, pimpinan Intel, mengamati bahwa hanya perusahaan paranoid yang dapat bertahan dan berhasil. Perusahaan-perusahaan ini menyadari bahwa keberhasilan saat ini tidak menjamin tingkat daya saing strategis dan laba diatas rata-rata dimasa mendatang. Karenanya perusahaan-perusahaan ini berusaha terus menerus untuk berkembang, sehingga tetap bersaing. Supaya dapat bersaing secara strategis dan memperoleh laba di atas rata-rata, perusahaan harus bisa bersaing dengan cara yang berbeda dengan kondisi sebelumnya.

Selain tantangan, adapun sejumlah risiko yang harus dihadapi oleh para manajer strategis. Manajer harus terlatih untuk menanggulangi tiga macam konsekuensi negatif yang tidak diinginkan akibat keterlibatan mereka dalam perumusan strategi.

Pertama, waktu yang digunakan manajer untuk proses manajemen strategis dapat menimbulkan dampak negatif atas tanggung jawab operasional mereka. Para manajer harus terlatih untuk meminimalkan dampak tersebut dengan menjadwalkan tugas-tugas mereka agar dapat menyediakan waktu yang diperlukan untuk kegiatan-kegiatan strategis.

Kedua, jika para perumus strategi tidak terlibat secara dekat dalam implementasinya, mereka mungkin mengelakkan tanggung jawab individual atas keputusan yang diambil.[14]

Ketiga, para manajer strategis harus mampu mengantisipasi dan menanggapi kekecewaan para bawahan yang berpartisipasi atas harapan-harapan yang tidak menjadi kenyataan.


Kesimpulan

Dari penjelasan-penjelasan yang telah disampaikan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa manajemen strategis diartikan sebagai sebuah proses dinamik dalam merumuskan (formulasi), implementasi, dan pengendalian (evaluasi) sasaran-sasaran dan tujuan yang ingin dicapai. Memandang manajemen strategis sebagai suatu proses mengandung beberapa implikasi penting. Pertama, perubahan pada komponen tertentu akan mempengaruhi beberapa atau semua komponen yang lain. Implikasi kedua dari memandang manajemen strategis sebagai suatu proses adalah bahwa perumusan dan implementasi strategi terjadi secara berurutan. Proses dimulai dengan pengembangan atau re-evaluasi misi perusahaan. Implikasi ketiga adalah perlunya umpan balik dari pelembagaan, tinjauan ulang (review), dan evaluasi terhadaptahap-tahap awal proses. Umpan balik (feedback) didefinisikan sebagai kumpulan hasil pasca-implementasi untuk memperkokoh pengambilan keputusan di masa yang akan datang. Keempat, perlunya memandang proses tersebut sebagai proses dinamik. Dengan diterapkannya sistem manajemen strategis, masalah perusahaan semisal tumpang-tindih kegiatan individu dan kelompok, penolakan terhadap perubahan akan segera teratasi hingga berkurang. Keterlibatan karyawan dalam perumusan strategi begitu krusial guna meningkatkan hubungan produtivitas di setiap rencana perusahaan.



[1] Chandler, Alfred Strategy and Structure: Chapters in the history of industrial enterprise, Doubleday, New York, 1962.

[2] Selznick, Philip Leadership in Administration: A Sociological Interpretation, Row, Peterson, Evanston Il. 1957

[3] Ansoff, Igor Corporate Strategy McGraw Hill, New York, 1965

[4] Drucker, Peter The Practice of Management, Harper and Row, New York, 1954

[5] Chaffee, E. “Three models of strategy”, Academy of Management Review, vol 10, no. 1, 1985

[6] R.E. Seiler dan K.E Said, “Problems Encountered in Operationalizing a Company’s Strategic Plans”, Managerial Plannung, Januari-Februari 1983 hal 16-20

[7] M. Allen, “Strategic Management of Consumer Sservices,” Long Rabge Planning, Desember 1988, hal 20-25

[8] Model-model ini yang dikembangkan para akademisi yang menunjukkan kemiripan seperti itu, biasanya dikembangkan dari pengalaman-pengalaman konsultasi dan ditujukan untuk penggunaan bisnis atau pendidikan, meliputi model dari Stevenson (1976), Rogers (1975), dan King dan Cleland (1978). Model-model yang direkomendasikan untuk digunakan oleh usaha-usaha kecil-misalnya yang dipublikasikan oleh Gilmore (1971) dan Steiner (1970)-hampir sama dengan yang direkomendasikan untuk perusahaan-perusahaan yang lebih besar. Akhirnya, model-model yang menguraikan ancangan untuk menentukan pilihan strategis mengandung elemen-elemen yang serupa dengan yang ada pada model-model yang bersifat umum; bacalah misalnya, Pryor (1964) tentang merjer, Steiner (1964) tentang diversifikasi, dan TenDam (1986) untuk badan-badan pemerintah.

[9] Kurun waktu lima tahun merupakan periode jangka panjang yang normal, meskipun sebenarnya ditetapkan demikian saja.

[10] J.A. Belohlav dan K.Giddens-Ering, “Selecting a Master Strategy,” Journal of Business Strategy, Winter 1987, hal 76-82.

[11] R. Werrnham, “Bridge the Awful Gap Between Strategy and Aaction”, Long Range Planning, Desember 1984, hal 34-42

[12] S.P. Scherrer, “From Warning to Crisis: A Turnaround Primer, “ Management Review, September 1988, hal 30-36

[13] A.F. DeNoble, L.T. Gustafson, dan M.Hergert, “Planning for Post-Merger Integration-Eight Lessons for Merger Success,” Long Range Planning, Agustus 1988, hal 82-85.

[14] G.S. Dy, “Tough Questions for Developing Strategies,” Journal of Business Strategy, Winter 1986, hal 60-68


No comments: