January 16, 2009

Sun Tzu: The Art of War Strategi Mengamankan Bangsa dan Melindungi Tentara

By: Annisa Normalasari

Profil Sun Tzu

Sun Wu atau yang lebih dikenal dengan Sun Tzu adalah seorang jendral Cina sekaligus ahli militer yang piawai dalam merumuskan berbagai strategi perang yang cenderung bijaksana dan filosofis. Catatan Musim Semi dan Gugur dari Wu dan Yueh1 menceritakan sosok dan pemikiran Sun Tzu yang brilian sebagai berikut:

Sun Tzu, whose name was Wu, was a native of Wu. He excelled at military strategy but dwelled in secrecy far away from civilization, so ordinary people did not know of his ability. Wu Tzu-hsu [King Ho-lu's advisor], himself enlightened, wise, and skilled in discrimination, knew Sun Tzu could penetrate and destroy the enemy. One morning when he was discussing military affairs he recommended Sun Tzu seven times. King Ho-lu said: "Since you have found an excuse to advance this shih, I want to have him brought in." He questioned Sun Tzu about military strategy, and each time that he laid out a section of his book the king could not praise him enough.

Pada saat itu, di bawah kekuasaan Raja Ho-lu, Sun Tzu berhasil membuktikan keefektifan strateginya dengan mentransformasi 180 wanita penghibur menjadi angkatan tentara yang professional, menguasai ibukota Ying untuk menaklukkan negara kuat Ch’u di tahun 506 M, begitu pula dengan negara Chi’i dan Chin yang berada di Utara. Kemahirannya ini membuat dia dikenal oleh petinggi dan para jendral. Walaupun demikian, orang awan tidak mengenalinya sebagai seorang ahli strategi karenanya kehidupannya yang cenderung tertutup.

Hingga sekarang, strategi Sun Tzu masih diaplikasikan di berbagai bidang, baik militer, bisnis bahkan kehidupan sehari-hari karena pada dasarnya strategi Sun Tzu ini mengajarkan kita langkah-langkah strategis dan bijaksana untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerugian yang mungkin datang di kemudian hari.

Seni Berperang

The Art of War atau Seni Berperang sendiri merupakan karya pertama dan masterpiece Sun Tzu. Seni Berperang ini terbagi menjadi 13 bab, yaitu (1) Kalkulasi, (2) Melakukan Pertempuran, (3) Strategi Penyerangan, (4) Formasi, (5) Tekanan, (6) Kelemahan dan Kekuatan, (7) Tentara, (8) Sembilan Perubahan, (9) Manuver-manuver Tentara, (10) Formasi Dataran, (11) Sembilan Dataran, (12) Menyerang dengan Api, dan (13) Penggunaan Mata-Mata. Masing-masing bab terdiri dari berbagai strategi perang yang dijelaskan secara rinci.

Bagi Sun Tzu kemenangan yang sempurna adalah ketika kemenangan tersebut diraih tanpa harus berperang dimana yang menjadi titik serangnya bukanlah tentara musuh melainkan strategi musuh. Menghancurkan strategi musuh sebelum musuh mampu mengaplikasikannya mendapatkan nilai lebih oleh Sun Tzu. Hal ini dikarenakan dengan hanya menghancurkan strategi musuh maka biaya maupun korban perang dapat dihindari.

Jika strategi menang tanpa perang tidak dapat dilakukan, maka strategi yang digunakan selanjutnya adalah penaklukan musuh. Namun, yang perlu diingat, Sun Tzu selalu menekankan pentingnya penyerangan yang memberikan hasil dan menghindari tindakan sia-sia. Penaklukan musuh di sini berarti musuh yang ditaklukan haruslah memiliki posisi penting di pihak musuh. Dengan menaklukkan musuh penting ini maka prajurit di bawahnyapun akan menyerah karena kehilangan seorang pemimpin. Hal ini juga bisa dikombinasikan dengan cara merusak aliansinya dengan diplomasi. Sehingga kekuatan perlawanan musuh melemah.

Bila kemenangan belum juga tercapai, maka strategi selanjutnya adalah menyerang pasukan tentara musuh. Dan strategi terakhir, yang mendapat kedudukan terendah dalam kemenangan menurut Sun Tzu adalah mendudukki kota.

Penggunaan diplomasi dan pelaksanaan tipu muslihat yang benar sangat ditekankan Sun Tzu. Pelaksanaan diplomasi dan kegiatan tipu muslihat ini tentunya dilaksanakan setelah informasi mengenai kelemahan lawan telah diketahui. Seperti yang tercantum dalam bab delapan, Sembilan Perubahan, dimana Sun Tzu menjelaskan cara menjatuhkan musuh sesuai dengan kelemahannya, yaitu musuh yang ceroboh dapat dibunuh, musuh yang lemah dapat ditangkap, musuh yang mudah marah dapat dihina, musuh yang bermoral dapat dipermalukan dan musuh yang mencintai orang dapat dibuat khawatir dengan apa yang dicintainya.

Selain dengan diplomasi dan tipu muslihat, Sun Tzu juga menekankan pentingnya intelijen dan mata-mata sehingga membuatkan bab khusus untuk hal tersebut, yaitu bab tiga belas: Mata-mata. Sun Tzu membagi mata-mata menjadi lima yaitu mata-mata lokal yang berasal dari orang lokal di pihak musuh, mata-mata internal yang berasal dari orang dalam pihak musuh, mata-mata ganda yaitu mata-mata yang digunakan adalah mata-mata musuh, mata-mata mati yang artinya penggunakan agen untuk menyebarkan informasi yang salah ke pihak musuh dan mata-mata hidup yaitu agen yang ditugaskan ke pihak musuh dan kembali lagi dengan laporan informasi musuh. Namun, karena sifatnya yang rentan terhadap pengkhianatan hanya pemimpin yang bijaksana saja yang mampu mengendalikan mata-matanya dengan baik

Dan dapat dilihat pula bahwa Sun Tzu selalu memasukkan unsur filosofis dalam setiap babnya yang menandakan bahwa Sun Tzu telah terlibat dalam begitu banyak pertempuran sehingga dapat dengan begitu rinci menjelaskan situasi-situasi apa saja yang tepat dan tidak tepat untuk berperang. Sebagai contoh bahwa Sun Tzu telah sangat berpengalaman dalam medan perang ada pada bab dua belas tentang menyerang dengan api dimana Sun Tzu mengatakan bahwa cara menyerang dengan api yang paling baik adalah pada saat hari berangin. Di sini Sun Tzu memperingatkan jika di sepanjang hari tersebut berangin, maka penyerangan harus dituntaskan sebelum malam tiba. Karena jika angin telah berhembus sepanjang hari maka di malam harinya angin tidak akan berhembus. Dengan contoh ini terlihat bahwa Sun Tzu selalu menekankan pada perhitungan yang cermat dengan sebelumnya mengetahui dan menguasai kondisi yang mungkin terjadi di medan perang.

Begitu pula dengan perhatian Sun Tzu pada para tentara. Sun Tzu melihat bahwa seorang prajurit, tidak peduli seberapa rendah pangkatnya, adalah asset berharga sebuah bangsa yang nyawanya adalah tanggungan jendral yang memerintahnya. Karenanya, mampu tidaknya seorang jendral merencanakan strategi perang dapat dilihat juga dari seberapa banyak prajurit yang berhasil kembali dalam keadaan hidup dari medan perang. Bagi Sun Tzu, strategi yang baik adalah strategi yang mampu menjaga keutuhan dan keamanan bangsa dari ancaman luar dan juga mampu melindungi prajurit.

Pada dasarnya, setiap bab yang ditulis oleh Sun Tzu didasari oleh wisdom dan filosofis Sun Tzu selama terjun dalam dunia seni perang. Secara singkat, strategi Sun Tzu dapat dilihat menjadi komitmen, observasi dan persiapan2. Sun Tzu mengajarkan prinsip komitmen dengan menekankan bahwa kemenangan dapat diraih jika pemimpin beserta anak buahnya memiliki komitmen yang sama dalam menjalankan strategi. Komitmen ini bisa dijalankan dengan menyebarkan ideology yang sama sehingga prajurit akan mematuhi pemimpinnya secara sukarela. Yang kedua adalah observasi. Dengan observasi yang cermat maka informasi mengenai situasi yang terjadi akan lebih akurat. Sebaliknya, kita harus mampu mengaburkan pengamatan lawan atas kita. Menurut Sun Tsu setiap gerakan besar lawan, hampir selalu ditandai dengan gerakan kecil terlebih dahulu, sehingga pengamatan yang terus menerus membuat kita waspada atas setiap tanda perubahan dari lawan. Yang ketiga adalah persiapan. Dengan persiapan yang matang dan terencana maka seorang pemimpin dapat mengambil keputusan dengan cepat dan akurat dalam berbagai kondisi yang mungkin terjadi.

Kesimpulan: Apa yang sebenarnya yang SunTzu ingin kita lakukan?

1. Menghindari perang terbuka dengan strategi.

Strategi yang dijalankan Sun Tzu menginginkan tindakan untuk meminalisir kerugian atau korban. Sehingga jika dengan kemampuan diplomasi dan teknik negosiasi yang baik-pun lawan telah bertekuk lutut maka perang tidak perlu dilakukan. Selain karena perang membutuhkan biaya yang tidak sedikit efek negative yang ditimbulkanpun lebih besar seperti jatuhnya korban jiwa, rusaknya peralatan perang dan waktu serta tenaga yang terbuang.

2. Memiliki perspektif untuk mengukur kapasitas diri, lawan dan situasi-kondisi.

Perumusan strategi akan sulit dilakukan jika kita tidak mengetahui kemampuan diri sendiri dan lawan. Perspektif diperlukan untuk mengetahui siapa kita, dalam situasi apa dan dimana posisi kita dalam medan perang. Kemudian menentukan elemen penting apa yang dapat kita unggulkan.

3. Mengetahui tujuan apa yang ingin dicapai.

Dengan mengetahui tujuan yang ingin dicapai secara otomatis kita akan terfokus pada tujuan tersebut. Sun Tzu sangat menghindari perang yang berlarut-larut karena sumber daya yang digunakan bias jadi lebih besar daripada hasil yang didapat. Karenanya, dengan kita tahu tujuan yang ingin dicapai, maka kita dapat mengatur rencana yang ingin dicapai tersebut secara akurat sesuai dengan kemampuan diri sendiri dan lawan.

4. Mengambil setiap kesempatan yang berpotensi mereduksi kegagalan.

Perang adalah perlombaan kekuatan strategi. Siapa yang mampu merencanakan dan menjalankan secara baik strateginya keluar sebagai pemenang. Strategi yang telah dirumuskan secara matang sebelumnya, tetap diperlukan kehatian-hatian dalam mengaplikasikannya. Pengaplikasian ini dipengaruhi oleh situasi kondisi yang cenderung berubah-ubah tiap waktunya. Keahlian dalam memilih kesempatan dalam pengaplikasian strategi menjadi poin penting dalam berhasil tidaknya strategi tersebut dijalankan.

5. Melakukan perimbangan strategi.

Sun Tzu menginginkan kita untuk menyeimbangkan penggunaan hal-hal praktis yang teruji dengan improvisasi kreativitas. Penyeimbangan ini dimaksudkan agar model strategi yang diambil sesuai dengan situasi dan kondisi permasalahan yang cenderung heterogen. Namun strategi tersebut tetap memiliki tingkat akurasi tinggi karena telah teruji sebelumnya.


No comments: