January 19, 2009

“Strategy as Mode of Thinking” Who is Strategist?

By: M Taufiq Mirdata Febrianto

Strategi pertama kali dikenalkan oleh dunia militer dimana suatu strategi pastilah terkait dengan adanya perang yang hubungannya adalah dengan militer.[1] Dalam perkembangannya, strategi militer telah memunculkan strategi-strategi baru seperti strategi nuklir, bisnis, manajemen, dsb. Kemunculan strategi-strategi tersebut tidak lain berkaitan dengan suatu tuntutan kebutuhan yang timbul dari adanya perkembangan dunia yang semakin kompleks.

Strategi merupakan kegiatan yang mengandung unsur perencanaan, berisi gambaran tujuan yang akan dicapai, seperti yang diartikan oleh Henry Mintzberg bahwa “Strategy is perspective, that is, vision and direction”.[2] Selain itu juga ada beberapa pengertian dasar strategi yang lain, diantaranya, “Strategy refers to basic directional decisions, that is, to purposes and missions” (George Steiner),[3] kemudianThe essence of strategy is choosing to perform activities differently than rivals do” (Michael Porter, 1996),[4] dan juga “Strategy is not only the creation of advantage but also the creative destruction of the opponent’s advantage” (D’Aveni, 1994).[5]

Dari beberapa pengertian strategi tersebut dapat diambil suatu benang merah bahwa konsep strategi merupakan suatu kegiatan yang memiliki pola, yaitu suatu bentuk pola pikir yang didalamnya mencakup perencanaan, gambaran tujuan, serta pemikiran yang berbeda dari pihak lain atau lawan yang guna tentu saja adalah untuk mencapai keinginan sesuai yang diharapkan.

Konsep strategi sebagai suatu bentuk pola pikir tersebut kemudian akan digunakan untuk mengetahui siapakah yang selanjutnya dapat dikatakan atau disebut sebagai seseorang yang strategis dalam strategi di bidangnya didasarkan atas kemampuan dan pola pikir yang dimilikinya, who is strategist? Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa strategi tidak hanya militer tetapi kemudian muncul strategi nuklir, bisnis, manajemen, dsb. Tentu konsep dasar strategi tetaplah sama dalam berbagai jenis strategi tersebut, akan tetapi ketika strategi tersebut telah berbeda bidangnya, dalam hal ini adalah militer, nuklir, dan bisnis, akankah tetap sama seseorang yang dikatakan sebagai strategist dalam strategi-strategi tersebut. Selanjutnya akan dianalisis lebih dalam tentang siapa yang menjadi seseorang yang strategis dalam tiap-tiap strategi dimana dalam hal ini menggunakan tiga strategi yaitu militer, nuklir, dan strategi bisnis. Dari tiga strategi tersebut nantinya dapat diambil suatu kesimpulan tentang bagaimana kriteria seseorang yang strategis dan dapat menjawab “who is strategist?”

Pertama adalah strategi militer yang disebut juga sebagai strategi klasik karena dianggap menjadi awal mula munculnya strategi. Berbicara tentang strategi dalam militer maka sudah terbayang pastilah berkaitan dengan adanya perang. Terdapat beberapa konsep tentang strategi militer yang diungkapkan oleh dua ahli militer terkenal, “What is of supreme importance in war is to upset the enemy’s strategic plans, next best is to disrupt his alliance by diplomacy, and the next best is to attack his army, the worst policy is to attack cities” (SunTzu).[6] Kemudian, “Strategy as The use of engagement for the purpose of war”, “War is thus an act of force to compel our enemy to do our will” (Clausewitz).[7]

Dengan adanya konsep strategi militer yang seperti itu, yaitu cenderung berupa konflik lapangan yang berhadapan dan berbentuk serangan, kemudian dapat diketahui siapa yang berperan penting ataukah siapa yang selanjutnya disebut sebagai seseorang yang strategis, yaitu dia adalah jenderal atau raja, seseorang yang berperan sebagai pengambil keputusan perang. Menjadi seorang strategis karena strategi militer berkaitan dengan perang, dimana konflik terjadi di suatu medan langsung. Sangat penting untuk diperhatikan bahwa keputusan yang akan diambil oleh jenderal atau raja tersebut akan mempengaruhi banyak hal serta memiliki dampak yang besar, tidak hanya membutuhkan perhitungan yang sangat baik tetapi juga perencanaan yang benar-benar telah matang. Selain itu juga diperlukan tanggung jawab yang besar terhadap keputusan yang diambil.

Jenderal menjadi seseorang yang strategis dalam strategi militer selain dituntut untuk bisa mengambil keputusan yang tepat dan cepat ia juga harus bisa berpikir bagaimana yang terbaik bagi langkah yang akan diambilnya, hal itu karena ia memegang tanggung jawab yang sangat besar, tidak hanya terkait aspek keamanan tetapi juga dalam medan ia menjadi pucuk pimpinan yang diandalkan oleh semua pengikut bawahannya.

Selanjutnya yang kedua adalah strategi nuklir. Strategi nuklir merupakan pergeseran ruang lingkup strategi militer. Ancaman perang nuklir menjadi suatu keadaan yang menakutkan, perang yang melibatkan nuklir bukan hanya ancaman konflik fisik melainkan juga konflik batin. Adanya kemajuan teknologi militer yaitu nuklir membuat tingkat ketegangan yang dirasakan oleh tidak hanya mereka yang berperang tetapi juga masyarakat sipil bahkan juga dunia semakin tinggi. Perang nuklir menjadi suatu hal yang sangat dahsyat dan besar jika perang itu sampai terjadi, contohnya ketika perang dingin terjadi antara Amerika Serikat dan Uni Soviet, ketegangan yang sangat tinggi telah terjadi meskipun perang nuklir itu sendiri belum terjadi dan perang itu masih hanya berupa ancaman-ancaman saja, tidak terbayang bagaimana yang akan terjadi dari segi reaksi dan dampak yang timbul jika perang nuklir itu benar-benar terjadi saat perang dingin.

Dari gambaran ini, seseorang yang selanjutnya dikatakan sebagai seseorang yang strategis dalam strategi nuklir adalah sama halnya dengan strategi militer yaitu orang yang memiliki peran dalam membuat dan mengambil keputusan atau lebih tepatnya adalah pihak eksekutif, pembuat keputusan. Menjadi seseorang yang strategis karena dalam perang atau strategi nuklir, keputusan dalam penggunaan nuklir sangatlah penting. Tidak hanya perhitungan kapan saatnya keputusan tersebut diambil tetapi juga pertimbangan terhadap apa yang akan terjadi setelah adanya pemakaian nuklir tersebut. Begitu banyak dan besar tanggung jawab terhadap penggunaan nuklir sehingga dibutuhkan kemampuan berpikir dan prediksi yang sangat baik dalam memutuskan terhadap pemakaian nuklir dan hal itu dimiliki oleh kalangan eksekutif yang membuat dan mengambil keputusan.

Hal ini terkait dengan bukan hanya wewenang yang dimiliki tetapi juga kemampuan individu yang sangat baik khususnya pemikiran yang dimilikinya dalam membuat dan memutuskan tentang penggunaan nuklir berdasarkan pertimbangan dan perhitungan yang matang disertai tanggung jawab yang besar. Sehingga hal itu menjadikan pihak eksekutif atau pembuat dan pengambil keputusan menjadi seseorang yang strategis dalam strategi nuklir.

Kemudian yang ketiga adalah strategi bisnis. Strategi ini berbeda dengan dua strategi sebelumnya yaitu militer dan nuklir yang sedikit memiliki kesamaan yaitu berkaitan dengan adanya perang. Strategi bisnis lebih cenderung di bidang ekonomi dan “perang” nya pun berbeda dengan perang yang ada dalam dunia militer dan nuklir. Terdapat beberapa pergeseran yang terjadi yang membedakan antara strategi bisnis dan lainnya. Dalam strategi bisnis, perang yang terjadi tidak dalam ukuran hidup dan mati sehingga lebih bersifat kompetisi bukan pertandingan atau pertarungan.[8]

Selain itu fokus strategi bisnis adalah pada internal reorganizing yang menjadikan strategi bisnis tidak bisa terlepas dari manajemen. Salah satu contoh adanya strategi bisnis adalah suatu kondisi dimana terdapat perusahaan yang bersaing dengan perusahaan lain tidak hanya dalam kualitas produk yang diciptakan tetapi juga konsumen yang ingin ditariknya, hal itu bergantung terhadap strategi yang digunakan terkait dengan keinginan atau tujuannya tersebut.

Dari gambaran tentang strategi dalam bidang atau dunia bisnis tersebut, selanjutnya yang dianggap sebagai seseorang yang strategis dalam strategi bisnis adalah seorang manajer dan pemilik perusahaan. Dianggap sebagai seseorang yang strategis karena ia dituntut untuk memiliki kemampuan bagaimana agar bisnisnya mampu bersaing dan unggul dengan bisnis yang dimiliki lawan atau orang lain. Menjadi tanggung jawab manajer tentang bagaimana kegiatan-kegiatan manajemen (internal reorganizing) yang baik dalam bisnisnya karena manajemen menjadi hal yang utama dalam strategi bisnis. Sehingga dianggap bahwa seorang manajer menjadi seseorang yang strategis dalam strategi bisnis karena terkait dengan tugas dan wewenang yang menjadi kewajibannya, bagaimana kekuatan bisnisnya agar bisa bersaing dan maju dengan kemampuan organisasional yang dimiliki oleh seorang manajer yang juga bijaksana dan memiliki integritas yang tinggi.

Setelah mengetahui dari ketiga strategi diatas siapakah seseorang yang menjadi strategis dalam tiap-tiap strategi, dapat diketahui bahwa tentunya seorang strategis dari tiap strategi memiliki karakteristik yang berbeda. Hal itu karena strategi-strategi diatas tersebut memiliki bidang yang berbeda. Akan tetapi dapat dicari dan diketahui bagaimana kriteria umum seseorang sehingga ia dapat dikatakan sebagai seseorang yang strategis.

Sebelum menjelaskan tentang bagaimana kriteria seorang strategis secara umum perlu diketahui apa pengertian dari strategist atau seseorang yang strategis itu sendiri. Strategi merupakan suatu bentuk pola pikir, yang tentu didalam pola pikir tesebut mengandung hal yang telah terencana dengan baik dan unik, berbeda dari yang lain seperti telah diungkapkan diatas. Dari konsep dasar strategi sebagai bentuk pola pikir tersebut dapat dijelaskan tentang pengertian strategist, strategist adalah seseorang yang tentunya memiliki pola pikir atau pemikiran-pemikiran yang strategis, seseorang yang mampu berpikir strategis dan memiliki kemampuan atau skill dalam pola pikir strategis, pola pikir yang cakap dan terlatih dalam merencanakan jalan yang terbaik untuk mendapatkan keuntungan atau memperoleh kesuksesan khususnya dalam suatu “perang” disertai dengan kemampuan analisis dan kemampuan dalam membuat sebuah keputusan.[9]

Dalam tiga strategi yang berbeda diatas menunjukkan adanya suatu kesamaan bahwa seorang strategis adalah seseorang yang memiliki pola pikir yang sangat baik dan well-planned, memiliki suatu perencanaan strategis yang tidak hanya telah matang tetapi juga benar-benar baik, unik atau berbeda dengan umumnya serta mampu membuat suatu keputusan dalam saat yang bagaimanapun.

Merujuk pada buku “Harus Bisa! Seni Memimpin a la SBY”, ada tiga kriteria umum yang harus dimiliki oleh seseorang untuk dianggap sebagai seseorang yang strategis, kriteria tersebut adalah kemampuan thinking outside the box, do the right thing, dan kemampuan mengambil keputusan sambil berlari.

Pertama yaitu thinking outside the box, sebuah kualitas yang harus dimiliki oleh seseorang yang strategis, kemampuan untuk berpikir di luar kelaziman.[10] Dalam situasi luar biasa dimana aturan yang berlaku dalam situasi normal tidak lagi relevan, seorang yang strategis harus bisa segera menentukan prioritas apa yang pertama kali harus dilakukan dan bagaimana melakukannya. Bukan sebaliknya, seseorang yang hanya mengikuti pedoman buku dan aturan, berpikir kaku seperti robot, akan terkurung dalam situasi itu dan ia bukanlah seseorang yang strategis. Seperti yang dinyatakan oleh pemimpin legendaris Perancis, Jenderal Charles De Gaulle, dalam bukunya “Sword of Power” bahwa pemimpin harus mempunyai intelek, namun lebih penting lagi, ia harus mempunyai naluri.[11] Naluri disini merupakan bentuk kemampuan dalam membaca situasi yang tidak terbaca orang awam.

Yang kedua yaitu do the right thing, “The main purpose of life is to live rightly, think rightly, act rightly” (Mahatma Gandhi).[12] Penting untuk memiliki kemampuan ini bagi seseorang yang ingin menjadi strategist. Seorang yang strategis adalah seseorang yang mampu memahami situasi yang sedang terjadi, menganalisa, dan selanjutnya adalah melakukan apa yang seharusnya dilakukan, sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Bagi seorang strategis wajib untuk melakukan hal yang benar sesuai keperluan disaat yang benar juga.

Terakhir yang ketiga yaitu seorang strategis harus mampu mengambil keputusan sambil berlari, ia dituntut untuk memiliki kemampuan menganalisa dan cepat dalam berpikir serta dalam mengambil keputusan yang benar.[13] Hal ini berkaitan dengan suatu kondisi dimana dalam suatu permasalahan pastilah terdapat hal yang tidak diinginkan diluar adanya masalah itu sendiri, sehingga dituntut bagi seorang strategis untuk mampu melihat situasi yang ada dan segera dalam memutuskan suatu permasalahan. Kriteria yang ketiga ini berhubungan dengan adanya syarat bahwa seorang yang strategis harus memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan yang berbeda dengan yang lain kaitannya dengan permasalahan waktu atau timing yang cepat.

Kriteria diatas tidak berhenti sampai disitu saja, kemampuan-kemampuan tersebut tentu telah dimiliki oleh seorang manajer dalam strategi bisnis atau jenderal dalam strategi militer dan eksekutif dalam strategi nuklir. Kemampuan-kemampuan diatas sudah pasti harus dimiliki, yang membedakan adalah, untuk menjadi seorang strategis tidak cukup hanya dengan kemampuan tersebut, yang membuat seseorang menjadi seorang strategis adalah kemampuan untuk berpikir strategis. Pola pikir yang menjadikan seseorang menjadi strategis itu sendiri memiliki empat tahapan kemampuan, yaitu :

1. Memahami situasi permasalahan beserta segala variabelnya yang terkait.

2. Kemampuan dalam memetakan masalah.

3. Kemampuan dalam menganalisis masalah, mencari suatu esensi dari permasalahan.

4. Menyusun ulang sesuai kebutuhan.

Keempat hal ini menjadi suatu tahapan dalam pola pikir strategis yang harus dilakukan sebagai seorang yang strategis. Hal inilah yang membedakan antara strategist dengan bentuk pemimpin yang lain seperti jenderal, manajer, dsb. Dalam menghadapi suatu masalah, alur seperti diataslah yang dimiliki dan dilakukan oleh seorang strategis. Pertama, ia akan memahami permasalahan secara kompleks, kemudian memetakan masalah sesuai dengan kategorinya dan selanjutnya mencari esensi dari permasalahan tersebut, yaitu menganalisa permasalahan yang telah dipetakan tersebut. Dan yang terakhir adalah menyusun ulang analisa permasalahan tersebut sesuai dengan keperluan yang memang dibutuhkan, sudah bukan berupa masalah yang kompleks lagi tetapi telah berupa kategori-kategori permasalahan yang telah dipetakan. Secara logika dapat dikatakan bahwa seorang yang strategis adalah orang yang praktis dan tidak ribet.

Dari keempat hal diatas terdapat dua kemampuan yang menjadi kunci dalam tahapan pola pikir strategis, yaitu kemampuan dalam memetakan masalah serta kemampuan analisa. Kunci utama dalam pola pikir strategis adalah restrukturisasi atau pemetaan masalah. Dari suatu permasalahan diperlukan pemahaman, setelah diamati dan paham terhadap masalah yang dihadapi, permasalahan tersebut dipetakan, bukan malah terbawa pada alur atau situasi dalam masalah tersebut. Sedangkan kunci utama selanjutnya adalah dalam memetakan masalah diperlukan kemampuan menganalisa, kemampuan analisa ini menjadi kemampuan yang terpenting karena dalam mencari solusi atau resolusi konflik diperlukan kemampuan analisa yang baik.

Selain itu juga ada catatan penting bahwa salah satu ciri yang menjadi perbedaan antara seseorang yang strategis dan yang lain adalah bahwa seseorang yang strategis pasti akan menyelesaikan masalah langsung pada akar permasalahannya. Ini berkaitan dengan pola pikir strategis yang merupakan pola pikir yang tidak bertele-tele, tahu mana yang menjadi prioritas yang harus didahulukan. Bagi seorang yang strategis, prioritas adalah hal yang sangat penting dan diperhatikan.

Jika Anda mengejar dua kelinci sekaligus (pada saat yang bersamaan) maka Anda tidak akan dapat menangkap satu pun” (Thomas Fuller).[14] “Sukses, ditentukan oleh cara menggunakan waktu secara bijaksana dengan membuat perencanaan dan menetapkan prioritas” (Denis Wately).[15]

Setelah mengetahui bagaimana bentuk pola pikir strategis yang menjadikan seseorang menjadi strategist, selanjutnya terdapat hal lain yang berkaitan dengan seorang yang strategis. Sebelumnya perlu diketahui bahwa terdapat beberapa transformasi ketika membicarakan strategi dan strategist. Di dalam strategi, “what” (apa) berubah menjadi “who” (siapa) ketika masuk dalam ruang lingkup strategist, begitu juga dengan “why” (mengapa) berubah menjadi “how” (bagaimana) dan “when” (kapan). Adanya transformasi ini menunjukkan bahwa ketika berbicara tentang strategist maka lebih cenderung terhadap hal yang bersifat afektif atau praktek, begitu juga halnya ketika berbicara tentang strategi, adanya transformasi bentuk tersebut menunjukkan bahwa strategi lebih cenderung berupa kognitif atau knowledge.

Dalam memahami transformasi ini perlu mengingat beberapa hal tentang strategi, terdapat tiga keadaan yang mencirikan adanya strategi, yaitu didalam strategi terdapat perencanaan dari aksi yang akan dilakukan, strategi merupakan penggunaan dan pendayagunaan resources, dan ada pihak lawan atau kompetitor. Ketiganya menjadi suatu gambaran kondisi tentang adanya strategi. Setelah mengingat hal itu maka dapat dipahami bahwa strategi merupakan semacam alat atau metode untuk mencapai apa yang diinginkan, sedangkan terkait dengan strategist, terdapat empat dasar sudut pandang strategi yang menjadikan seseorang menjadi seorang yang strategis.

Sudut pandang yaitu bagaimana sebuah strategi sebagai metode, cara atau alat dimaknai dan diartikan oleh seseorang untuk mendapatkan apa yang menjadi tujuan yang diinginkannya.

Keempat sudut pandang tersebut adalah :

· Key factor for success

Ini adalah yang paling sederhana dan klasik, yaitu memaknai strategi hanya untuk mencapai tujuan atau apa yang diinginkan. Setelah tujuan tercapai maka proses strategi berhenti sampai disitu saja. Dijelaskan menggunakan contoh yaitu, ketika seseorang ingin menjadi hartawan, ia melakukan strateginya bagaimana agar ia bisa menjadi seorang hartawan. Setelah ia mencapai tujuannya, maka selesai apa yang ia lakukan. Sehingga strategi yang ia miliki hanya terbatas dan dimaknai sebatas bagaimana tercapainya apa yang ia inginkan dan tidak ada hal lain selain tujuan yang akan ia capai tersebut. Disini strategi dipandang dan diartikan sebagai kunci utama bagaimana untuk mendapatkan kesuksesan atau memperoleh apa yang diinginkan.

· Relative superiority

Selanjutnya yang kedua ini, strategi dipandang dan diartikan sebagai suatu metode dimana strategi dilakukan dengan cara mencari suatu hal yang baru dari segala yang telah ada dan tersedia. Sesuai dengan sumber atau variabel yang tersedia, strategi dilakukan dengan mengeksploitasi perbedaan untuk mendapatkan sebuah solusi dan hal yang baru. Dapat dijelaskan dengan kata lain yaitu suatu inovasi yang dilakukan untuk mencari sesuatu yang berbeda dari fenomena-fenomena yang sudah umum sehingga memunculkan sebuah hal baru yang bisa menjadikan sukses.

· Aggressive initiative

Strategi yang ketiga ini dipandang dan dimaknai sebagai suatu metode bagaimana agar bisa mendapatkan keunggulan melebihi pihak lawan atau pihak yang lain, namun tidak berhenti sampai disitu saja, keunggulan tersebut juga disertai dengan bagaimana agar keunggulan yang dimiliki pihak lain juga berkurang. Dapat dikatakan bahwa strategi yang ini merupakan suatu gerakan agresif yang “cerdik” (baca: licik). Strategi ini dilakukan melalui cara menjadi unggul dengan membuat keunggulan pihak lain atau lawan berkurang, bahkan tidak menutup kemungkinan untuk mencapai tujuannya strategi ini juga berusaha mengubah aturan yang ada, segala cara untuk mendapatkan tujuannya, tercapai apa yang diinginkan dengan mengacaukan apa yang dicapai lawan.

· Strategic degree of freedom

Strategi yang terakhir ini merupakan strategi yang “lengkap” dan berbatas “kebebasan” (baca: tanpa aturan dan batas). Strategi dipandang dan dimaknai sebagai suatu cara atau alat bagaimana agar tercapai yang diinginkan, selain itu juga mengacaukan keunggulan atau apa yang dicapai oleh pihak lawan. Namun tidak selesai sampai disitu, strategi ini juga dimaknai sebagai usaha dalam mencari sesuatu yang berbeda atau lain daripada yang lain dan unik agar memiliki nilai lebih dibandingkan dengan pihak lain atau lawan. Strategi ini juga berusaha mencari celah dalam suatu permasalahan dan menguasai celah tersebut, tidak lain semua itu untuk tercapainya apa yang diinginkan. Dikatakan lengkap karena strategi ini dipandang sebagai suatu metode untuk tidak hanya menjadi unggul dan mengacaukan keunggulan lawan tetapi juga berusaha mencari hal unik yang dapat menjadikan nilai lebih dibandingkan yang lain dan mencari suatu celah agar bisa masuk dan menguasai apa yang menjadi kelemahan dan tidak bisa dimasuki oleh pihak lain atau lawan.

Sebuah contoh permasalahan terkait seseorang yang strategis adalah ketokohan Presiden Indonesia saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono, dipandang melalui kepemimpinannya terhadap Negara Indonesia.

Konteks permasalahan ini tidak dipandang melalui salah satu strategi melainkan diluar konteks strategi. Ketokohan SBY telah menunjukkan cakupan beberapa strategi diantaranya strategi militer, manajemen, bisnis, dsb. Sebagai seorang pemimpin, ia memiliki semua kriteria yang menjadikannya seorang yang strategis. Tidak hanya di bidang ekonomi, tetapi juga militer bahkan juga bidang yang lain. Memang ia dibantu oleh Menteri yang mengurusi ekonomi ataupun militer, tetapi tetaplah ia sebagai pemimpin utama yang bertanggung jawab terhadap nasib Negara Indonesia yang dibawanya. Hal ini bukan tanpa alasan, Presiden SBY menjadi seorang yang strategis karena ia memiliki tanggung jawab dan kemampuan individu terutama yang berkaitan dengan kepemimpinannya dalam mengatasi permasalahan yang dimiliki oleh Negara Indonesia, selain itu juga bagaimana ia memimpin dan memegang alur pemerintahan guna mencapai Negara Indonesia yang lebih baik, suatu pekerjaan yang tidak mudah dan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang memiliki “kemampuan”, bukan hanya kemampuan manajerial ataupun seorang jenderal tetapi kemampuan yang menyeluruh dan kemampuan berpikir strategis.

Presiden SBY merupakan salah satu contoh tokoh pemimpin yang juga menjadi seorang yang strategis, karena tidak semua presiden atau pemimpin adalah seorang yang strategis, contohnya adalah Negara Thailand, berganti Perdana Menteri sebanyak empat kali dalam setahun, hal ini menunjukkan bahwa meskipun seseorang terpilih menjadi seorang pemimpin suatu Negara, belum pasti ia merupakan seorang strategist. Tergantung dari bagaimana dia menjalankan pemerintah yang ia pegang serta bagaimana kemampuannya dalam menelesaikan permasalahan yang dimiliki oleh Negara yang dipimpinnya.

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa antara strategi satu dengan yang lain memiliki strategist yang berbeda. Dalam strategi militer seorang jenderal dianggap sebagai strategist nya, sedangkan dalam strategi bisnis, manajer yang menjadi seorang yang strategis. Berbeda bidang strategi maka berbeda pula siapa yang menjadi seorang yang strategis. Akan tetapi dapat disimpulkan bahwa semua strategist tersebut memiliki kriteria umum, kriteria yang harus dimiliki sebagai syarat untuk menjadi seseorang yang strategis, hal ini sekaligus menjawab who is strategist.

Satu kesimpulan yang menjadi poin penting adalah bahwa strategist atau seseorang yang strategis tidak terbatas pada satu atau dua bidang saja, kemampuan manajer berbeda dengan strategist, tetapi sebaliknya seorang yang strategis sudah pasti memiliki kemampuan manajerial, begitu juga halnya dengan jenderal dalam strategi militer atau eksekutif dalam strategi nuklir yang dianggap sebagai seorang yang strategis dalam bidangnya. Seorang strategis adalah seseorang yang memiliki semua kemampuan tersebut tanpa terbatasi. Itulah yang membedakan antara manajer, jenderal, dan strategist.

Seorang strategis tentu sudah memiliki kemampuan thinking outside the box, do the right thing, dan kemampuan mengambil keputusan sambil berlari. Membedakan dengan seorang jenderal atau manajer, seorang strategist juga memiliki pola pikir yang strategis, pola pikir yang belum tentu dimiliki oleh seorang manajer atau jenderal. Seperti yang telah dijelaskan diatas, tahapan dalam pola pikir tersebut meliputi kemampuan dalam memahami suatu permasalahan, memetakan masalah, mencari esensi permasalahan, dan kemampuan dalam menyusun kembali sesuai kebutuhan. Selain itu juga terdapat empat dasar sudut pandang strategi, yaitu bagaimana strategi sebagai suatu metode atau alat dipandang dan dimaknai, yang bisa menjadi pilihan untuk menjadikan seseorang menjadi seorang yang strategis atau strategist.



[1] J.Kusnanto Anggoro, dalam artikel jurnal “Pendekatan dan Teori Strategis” : hlm. 3.

[2] Sumber: artikel jurnal “Strategy: Definitions and Meaning” (Fred Nickols, 2000): hlm. 1.

[3]

[4] Sumber: artikel jurnal “Strategy: Definitions and Meaning” (Fred Nickols,2000): hlm. 2.

[5]

[7] Clausewitz, “The Political Theory of War”, terjemahan Andreas Herberg (United States: Oxford University Press, 2007)

[9] Sumber: artikel jurnal “Proses Strategic Thinking”, 24 Desember 2008,

[10] Dr.Dino Patti Djalal, “Harus Bisa! Seni Memimpin a la SBY” (Red & White Publishing): hlm.30-45.

[11] Misbahul Huda, Mission Ini Possible” (JP Books, 2008): hlm.151-152.

[12] Dr.Dino Patti Djalal, “Harus Bisa! Seni Memimpin a la SBY” (Red & White Publishing): hlm.58

[13] Dr.Dino Patti Djalal, “Harus Bisa! Seni Memimpin a la SBY” (Red & White Publishing): hlm.249-254.

[14] Misbahul Huda, Mission Ini Possible” (JP Books, 2008): hlm.112.

[15] Misbahul Huda, Mission Ini Possible” (JP Books, 2008): hlm.116.


No comments: